Sore tadi aku melewati sekumpulan anak-anak, seorang dari
mereka berseru dengan angkuh, “Aku jagonya main petak umpet, tidak ada yang dapat menemukan kalau sudah bersembunyi!” Teman-temannya tidak ada yang protes,
tampaknya dia mengatakan kebenaran.
Aku tersenyum ganjil, ingin sekali rasanya mengenalkan anak
laki-laki itu dengan lukaku. Lukaku juga jago sekali bersembunyi, di balik senyum, di balik tawa,
di balik tidur panjang, di balik kata, dan pada langit yang entah sebelah
mana.
“Hai, Dik,” Aku sedikit membungkuk, memegang kedua bahunya,
menatap kedua matanya, “Kemampuanmu itu semakin dewasa akan semakin berkurang, karena kamu semakin jarang bermain.
Sedang luka, semakin dewasa ia akan semakin mahir.” Mendengar kata-kataku,
kedua alisnya bertaut, “Kakak ini bicara apa, sih?” Kali ini aku tidak lagi tersenyum tapi tertawa, “Sembunyi,
lagi bicara tentang sembunyi.” Dia mengedar pandang ke arah teman-temannya ,
memastikan bukan hanya dia yang tak mengerti. Aku tinggalkan mereka bersama rasa penasaranku,
“Hai luka, sekiranya
kamu bermain petak umpet dengan anak laki-laki tadi, siapa yang terakhir
ditemukan?”
Luka itu apa ya?
BalasHapus"Kau tidak akan mengerti kecuali mengalami sendiri." Itu sih kata Nagato..
BalasHapusPertanyaan menarik, mengajak bermain persepsi. 😊