“Taruhannya nyawa, Mbak.” Ucap Pak Zul, seorang nelayan tradisional yang juga kepala dusun di sebuah desa pesisir, di mana sebelah utara desa berbatasan dengan Selat Malaka. Desa itu merupakan salah satu dari 237 desa di kabupaten yang punya julukan "Tanah Bertuah Negeri Beradat". Kalimat pendek yang terlontar dari lelaki paruh baya dengan topi putih di hadapanku itu adalah jawaban saat kami bertanya, mengapa ia tidak ingin anak anaknya bekerja sebagai nelayan juga seperti sempat ia katakan sebelumnya.
“... saya saja tidak bisa berenang. Saya selalu bawa pelampung. Ibaratnya, itulah safety belt saat melaut. Harapannya anak anak punya kehidupan yang lebih baik.” Ia menutup kata dengan tersenyum, dengan mata yang tertuju pada batas cakrawala. Tersirat asa pada pandangan yang menembus sela sela rerimbun bakau tepi pantai. Bakau yang akarnya menjadi rumah ikan ikan kecil, dahannya tempat peristirahatan burung, dan barisannya menjadi pelindung pesisir dari abrasi.
“Lalu kalau tidak ada yang mau jadi nelayan, siapa yang akan mengambil ikan ikan untuk sumber protein kita, Pak?” Lanjut temanku bertanya.
Pergulatan Para Nelayan Tradisonal
Nelayan adalah salah satu ujung tombak yang turut mengantarkan bangsa ini bebas stunting, kelak. Cucuran keringat dan ‘pertaruhan’ mereka adalah penggalan cerita yang menghadirkan protein hewani di pasar hingga bisa sampai ke atas meja makan. Karena hal itu, orangtua para nelayan mungkin bisa berbangga, berbesar hati atas sumbangsih anak anaknya untuk negeri. Namun alih alih bangga, sepertinya aku akan serupa Pak Zul, jika keadaan tak banyak berubah, selalu akan ada cemas. Ditambah pula pekerjaan itu – setidaknya saat ini - tak menjamin kesejahteraan.
Namun, benarkah kebanyakan nelayan khususnya di Pantai Cermin tempat Pak Zul dan para nelayan lainnya menjemput rezeki, tidak sejahtera? Mengapa?
Kantong Kantong Nelayan Tradisional
Ranah perikanan tangkap merupakan salah satu penopang kehidupan masyarakat pesisir di Serdang Bedagai. Tercatat sebanyak 9.901 masyarakat nelayan menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan laut, dengan angka produksi mencapai 29.858 ton ikan per tahun. (Timenews.co.id).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan, dkk (2021) didapat pula data bahwa pendapatan nelayan tradisional pada musim ikan di kabupaten Serdang Bedagai rata rata Rp 65.398/hari atau sebesar Rp 980.973/bulan dengan rata rata melaut 15 hari/bulan. Sedangkan pada masa paceklik, pendapatan masyarakat Rp. 13.675/hari atau sebesar 205.121/bulan. Dan sepertinya tidak jauh berubah pada tahun ini.
Secara geografis Indonesia memiliki 2.027.087 km2 daratan dan 6.166.165 km2 wilayah perairan. Indonesia berada pada posisi kedua sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, dan memiliki potensi perikanan laut yang mumpuni. Namun menjadi ironi ketika besarnya potensi tak berbanding lurus dengan kesejahteraan nelayan tradisional.
Sebagaimana yang dipaparkan (Kompas, 2023) pada 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir mencapai 4,19 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan ekstrem nasional yang sebesar 4 persen. Dari seluruh kemiskinan nasional yang mencapai 10,86 juta jiwa itu, sekitar 1,3 juta jiwa atau 12,5 persen berada di wilayah pesisir.
Memang, banyak faktor yang cukup kompleks menjadi penyebab halang rintang kesejahteraan para nelayan. Di antara banyak faktor itu, ada beberapa hal yang saya lihat di lapangan dan temukan dari beberapa sumber. Faktor ini menjadi tantangan para nelayan khususnya di Desa Pantai Cermin Kanan, Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Bukan Hanya Nama Baik, Laut Pun Dapat Tercemar
Saya belum pernah mendengar sesuatu yang tercemar berujung baik. Sedari bangku SD, guru telah mengajarkan tentang polusi atau pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi kehidupan. Dan mungkin sekarang sudah diajarkan sedari playgroup - saya tidak tahu karena anak saya langsung TK . Sayangnya, ini masih terjadi dan bertambah tambah, termasuk di laut nusantara.
Pada 2019 lalu, harian Tempo memuat berita bertajuk “Pemkab Serdang Bedagai Investigasi Pencemaran di Pantai Cermin”. Salah seorang nelayan yang diwawancara mengaku kehilangan mata pencarian akibat pencemaran laut. Dugaan nelayan, pencemaran itu akibat limbah buangan pemotongan ikan milik perusahaan di sana.
Selain limbah organik, terdapat pula sampah anorganik. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Andika, dkk (2023) saat mengidentifikasi sampah anorganik yang ditemukan di kawasan Pantai Cermin. Sampah yang ditemukan berupa sampah plastik, kaca, karet, pakaian, logam/metal. Jenis sampah yang paling banyak ditemukan ialah sampah plastik.
Dari penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa pada akhir pekan dan hari kerja memiliki perbedaan penambahan sampah setiap harinya, faktor meningkatnya sampah dikarenakan aktivitas pengunjung.
Pencemaran ini meningkat sejalan meningkatnya aktivitas manusia di daratan. Pada 10 September 2024 di Jakarta, Peneliti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Muhammad Reza Cordova, menyampaikan bahwa saat ini lebih dari 8 juta ton sampah plastik dibuang ke laut setiap tahunnya (brin.go.id). Masalah ini mengancam kehidupan laut, ekosistem pesisir, dan kesehatan manusia yang bergantung pada hasil laut.
Dari kondisi di atas, sudah sepatutnya dilakukan berbagai upaya mengurangi pencemaran tersebut, terutama plastik. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan - atau mungkin sudah dilakukan? Misalnya:
- Edukasi lingkungan di sekolah sekolah.
- Kampanye bebas plastik di daerah pantai – bisa dimulai dari kawasan pantai wisata yang biasanya ramai pengunjung. Patut diapresiasi, saat saya berkunjung ke tepi pantai di Desa Pantai Cermin Kanan, saya dapat katakan bahwa kawasan tersebut cukup bersih dan tertata, terdapat pula beberapa tempat sampah. Tapi kira kira ke mana atau bagaimana sampah sampah itu akan berakhir? Sayangnya, saat saya berjalan kaki keluar kawasan tersebut, masih dapat menemukan sampah sampah plastik yang terkapar di jalanan tak diantar ke rumahnya – sebenaranya tak jauh berbeda dengan di kawasan urban. PR banget buat kita, ya!
- Edukasi dan penerapan sampah organik untuk dijadikan pupuk.
- Kolaborasi masyarakat setempat, stakeholder, pemerintah, atau bahkan influencer untuk pengumpulan sampah laut atau pesisir seperti yang dilakukan sekumpulan anak muda di akun instagram @pandawaragroup.
- Bank sampah berbasis komunitas, di mana masyarakat pesisir dapat mengumpulkan dan menukarkan sampah dengan kriteria tertentu untuk keperluan sehari hari. Saya pernah membaca tentang gerakan ‘Bank Sampah’ yang diprakasai oleh dr. Gamal Albinsaid, meski tidak instan namun gerakan ini berdampak positif bagi masyarakat. Selain edukasi, hal ini juga memberikan nilai ekonomi pada masyarakat.
Sentuhan Laut Yang Menggerus Tanah Pesisir
Dalam obrolan bersama Pak Zul Heri, berselimut sengatan matahari, beliau juga menyampaikan salah satu penyebab menurunnya hasil tangkapan adalah abrasi.
Ombak tak pernah lelah mengunjungi pesisir, lebih sering dari pedagang mengunjungi pasar atau perantau yang selalu rindu tuk pulang. Bukan sekadar menyapa, dalam deburnya ia terus menggerus bibir pantai, hingga garis pantai pun melangkah mundur, mengancam ekosistem di sekitarnya. Ya, itulah sepotong cerita tentang abrasi, jikalau garis pantai tidak atau kurang terlindungi dari barisan pertahanan bakau yang cukup kuat atau terumbu karang.
Selain merusak pemukiman warga, abrasi juga merusak tanaman atau objek di pesisir pantai (hutan mangrove). Hal ini berakibat berkurangnya cikal bakal ikan karena tidak punya tempat untuk mencari makan dan berkembang biak. Dan tentu cepat atau lambat berdampak pada hasil tangkapan nelayan.
Di tengah tengah perbincangan tentang abrasi bersama Pak Zul, aku teralihkan dengan kaos putih lengan pendek yang beliau kenakan, sangat serasi dengan topi yang menutupi kepalanya. Warna outfit kami mirip hari itu; hitam putih seperti anak magang atau hendak tes CASN. Apa tulisan di baju Pak Zul?
“Sustainable Project Mangrove @Pantai Cermin Kanan.” Lalu di sisi kiri atas tersemat ikon rumah bertulis, "Kampung Berseri Astra."
Saya pun bertanya, apa itu baju komunitas mangrove? Ternyata itu adalah baju saat penanaman kembali mangrove pada 2022 bersama Astra. Dan baru baru ini, bahkan belum sepekan lalu di kanal infopublik.id memuat berita berjudul “Pemkab Sergai Dorong Rehabilitasi Mangrove untuk Pelestarian Lingkungan dan Ekowisata.”
Tindakan tersebut direalisasikan lewat Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove dan Perencanaan Perlindungan serta Pengelolaan Ekosistem Mangrove, yang digelar pada Selasa (10/9/2024) di Theme Park Resort and Hotel, Dusun I Desa Pantai Cermin Kanan, Kecamatan Pantai Cermin.
Artinya, sudah terwujudnya kesadaran dan keselarasan antara pemerintah dan masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan bakau. Kita boleh lega, namun tidak lengah.
Teknologi dan Modal
Saya tak yakin kata puitis apa untuk menggantikan kata "Teknologi" dan "Modal" sebagai subjudul di atas.
Teknologi yang digunakan oleh mereka pada umumnya masih bersifat tradisional. Oleh karena itu, produktifitas rendah dan akhirnya pendapatan rendah. Gejala modernisasi perikanan tidak hanya membantu bahkan membuat nelayan tradisional terpinggirkan, seperti munculnya kapal tangkap yang berukuran besar dan teknologi modern (Anwar dan Wahyuni, 2019).
Pemaparan tersebut sejalan dengan apa yang saya lihat di lokasi. Nelayan masih menggunakan perahu tradisional dengan alat tangkap yang sederhana pula berupa jaring. Kenyataan tersebut juga membatasi daya jelajah dan daya tampung perahu. Dan itu pun, tidak semua nelayan memiliki kapal pribadi, sebagian milik tauke. Nelayan yang memakai kapal tauke, hasil tangkapannya tentu akan dibagi kepada pemilik kapal, juga rekan ‘sepelayaran’. Jadi bisa dibayang bayangkan, seberapa pendapatan para nelayan tradisional?
Pak Zul pun menyampaikan salah satu kendala mereka adalah dalam mendapatkan bahan bakar berupa solar. Mereka harus menempuh perjalanan ke SPBN di Sialang Buah terlebih dahulu untuk mendapatkan bahan bakar tersebut.
Literasi Keuangan
“Enggak ada kegiatanlah kami karena cuaca buruk ini. Enggak ada pemasukan juga jadinya,” ucap Khairuddin dalam wawancara yang termuat dalam berita yang di laman rri.co.id dengan judul, “Cuaca Buruk, Nelayan Pantai Cermin Kanan Berhenti Melaut.”
Kehidupan nelayan sangat bergantung pada hasil tangkapan. Saat banyak tangkapan, banyaklah pendapatan, jika sebaliknya maka sedikitlah pendapatan, bahkan tidak ada sama sekali. Sehingga para nelayan perlu memiliki bekal kemampuan pengelolaan keuangan.
Kalau tidak ada uangnya atau cukup cukup makan saja, apa yang mau dikelola?
Hemat saya, untuk para nelayan tradisional tetap diperlukan edukasi tentang cara pengelolaan keuangan yang tidak jelimet dan sesuai kondisi mereka. Seperti:
- Pencatatan aliran uang masuk dan keluar, sehingga membantu memprediksi atau mempersiapkan keuangan di masa paceklik.
- Tabungan harian atau mingguan yang bekerja sama dengan bank. Karena bisa jadi, layanan bank aksesnya tidak semudah di kota atau ibu kabupaten, jadi harapannya ada layanan bank yang dapat ‘menjemput bola’ menyambut ‘keinginan luhur’para nelayan untuk mempersiapkan rencana keuangan mereka. Sudah ada belum, ya?
- Alternatif mata pencaharian lainnya. Di Desa Pantai Cermin Kanan ini, sebenarnya diversifikasi mata pencaharian sudah ada bagi sebagian nelayan saat tidak melaut, seperti menjadi pemandu atau pegawai pengelola wisata, pegawai restoran, menjual kelapa pandan wangi, atau pedagang.
- Literasi keuangan tentang keamanan transaksi. Pinjol, judi online, investasi bodong, scam, bukan hanya menyasar kaum urban. Ganasnya, mereka masuk ke setiap lini terutama di mana internet itu ada. Korbannya adalah orang orang yang tidak berbekal pengetahuan tentang keamanan transaksi keuangan. Sehingga untuk mengantisipasinya masyarakat pesisir juga dibekali wawasan tersebut.
Tentu masih ada faktor lainnya yang menjadi tantangan masyarakat pesisir untuk kehidupan yang lebih sejahtera. Akan menarik jika dikaji atau menjadi bahan diskusi, dan saling sokong menyokong mencari jalan keluar untuk kehidupan yang lebih baik.
Ada cahaya di Desa Pantai Cermin Kanan. Ada barisan mangrove di sana, ada tepi pantai yang dikelola cukup baik, dan ada para ibu yang berdaya lewat anyaman pandan.
Helaian pandan duri itu disulam menjadi tikar, tas, dan keranjang yang estetik, menambah nilai ekonomi. Anyaman pandan dari Desa Pantai Cermin Kanan itu dikelola secara pribadi di sela sela kegiatan para ibu. Ada pula yang disatukan dalam sentra anyaman pandan yang dapat kita lihat lewat instagram @mendaygallerysouvenir.
Bahkan, walau tak begitu rutin diperbarui, desa ini sudah punya website!
Referensi:
Andika, Y., Yamin, S.,
Erlangga, E., Syahrial, S., & Imamshadiqin. (2023). Identifikasi Sampah
Anorganik di Pantai Cermin Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai. Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan, 14(1),
1–8. https://doi.org/10.35316/jsapi.v14i1.1941
Anwar, Zakariya, &
Wahyuni. (2019). Miskin Di Laut Yang Kaya : Nelayan Indonesia. Sosioreligius,
1(4), 52–60.
BRIN. (2024). BRIN
Dorong Inovasi untuk Tangani Sampah Plastik di Lautan.
https://brin.go.id/press-release/120586/brin-dorong-inovasi-untuk-tangani-sampah-plastik-di-lautan
Indraswari, D. L.
(2023). Ironi Kemiskinan Wilayah Pesisir yang Kaya Potensi Ekonomi Kelautan. Kompas.Id.
https://www.kompas.id/baca/riset/2023/01/25/ironi-kemiskinan-wilayah-pesisir-yang-kaya-potensi-ekonomi-kelautan
Nainggolan, H. L.,
Aritonang, J., Ginting, A., Sihotang, M. R., & Gea, M. A. P. (2021).
Analisis Dan Strategi Peningkatan Pendapatan Nelayan Tradisonal Di Kawasan
Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan Dan Perikanan, 16(2), 237.
https://doi.org/10.15578/jsekp.v16i2.9969
Purba, A. (2023). Cuaca
Buruk, Nelayan Pantai Cermin Kanan Berhenti Melaut. RRI.CO.ID.
https://rri.co.id/daerah/128375/akibat-cuaca-buruk-nelayan-berhenti-melaut
Simatupang, S. (2019).
Pemkab Serdang Bedagai Investigasi Pencemaran di Pantai Cermin. Tempo.
Pemkab Serdang Bedagai Investigasi Pencemaran di Pantai Cermin
Sugiono, S. S. (2024). Optimalisasi
Potensi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Serdang Bedagai untuk Membangun
Perekonomian Daerah.
https://www.timenews.co.id/daerah/99513413985/optimalisasi-potensi-sumber-daya-kelautan-dan-perikanan-di-serdang-bedagai-untuk-membangun-perekonomian-daerah
Untung. (2024). Pemkab
Sergai Dorong Rehabilitasi Mangrove untuk Pelestarian Lingkungan dan Ekowisata.
Infopublik.Id.
https://infopublik.id/kategori/nusantara/868882/pemkab-sergai-dorong-rehabilitasi-mangrove-untuk-pelestarian-lingkungan-dan-ekowisata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar